Apakah Khusus Kurma ‘Ajwah Madinah yang Berfaedah
Menangkal Racun dan Sihir, ataukah Secara Umum; Kurma
Madinah dan Lainnya?
Ada beberapa pendapat ulama dalam soal ini, didasari oleh berbagai riwayat hadits tentang kurma ‘Ajwah. Karena sebagian diantaranya bermakna umum, sementara sebagain lagi berkonotasi khusus untuk kurma ‘Ajwah Madinah saja. Seiring dengan adanya perbedaan pendapat itu, akan kita paparkan beberapa pendapat mengenai hal ini agar kita bisa mengerti.
Pertama : pendapat bahwa khasiat itu khusus bagi kurma ‘Ajwah Madinah. An-Nawawi menjelaskan, “Hadits itu memiliki indikasi khusus untuk kurma ‘Ajwah madinah saja.”[1] Al-Munawi berpendapat, “Bahkan itu tidak bersifat umum untuk semua jenis kurma ‘Ajwah, namun khusus untuk Kurma ‘Ajwah Madinah saja, dengan dalil hadits Muslim, ‘Barangsiapa yang menyantap tujuh butir kurma antara dua labah…’. Yakni dua ‘labah’(tanah berbatu hitam) yang menglilingi kota Madinah.[2] Bisa disebut dengan dua perkampungan di samping kota Madinah, karena kota Madinah terletak antara dua perkampungan.[3]
Al-Qurthubi menjelaskan, “indikasi umum dari kedua riwayat itu diberikan pengkhususan oleh riwayat lain. Dalam riwayat-riwayat ini di sebutkan kurma ‘Ajwah secara umum, tapi yang dimaksud adalah kurma ‘Ajwah Madinah. Dikhususkannya sebagian jenis buah-buahan pada sebagian tempat dengan hal khusus tidaklah aneh. Ini termasuk bentuk kekhususan yang tidak dapat dipahami semata-mata dengan analogi secara teoritis.[4]
Ibnu Qayyim menjelaskan, “Khasiatnya sebagai penangkal racun dan sihir hanya khusus pada kurma Madinah, karena nilai berkahnya yang agung. Jadi hal itu tidaklah bersifat umum untuk semua jenis kurma.”[5]
Kedua : khusus kurma ‘Ajwah ‘Aliyah saja. Diriwayatkan dari ‘Aisyah bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Kurma ‘Ajwah dari ‘Aliyah [6] mengandung obat, atau ia adalah penangkal racun di pagi hari.”[7]
Ibnu Hajar menjelaskan, “Abu Dhamrah dalam sebuah riwayat memberikan tambahan kriteria ‘tempat’. Lafal hadits yang diriwayatkan, ‘Barangsiapa penyantap tujuh butir kurma ‘Ajwah dari kurma ‘Aliyah setiap pagi...’.”[8]
Dalam riwayat Daruquthni disebutkan, ”Barangsiapa menyantap tujuh butir kurma ‘Ajwah dari ‘Aliyah dalam keadaan perut kosong…dst.”[9]
Oleh sebab itu, sebagian ulama berpendapat bahwa khasiat itu hanya berlaku pada kurma ‘Ajwah ’Aliyah saja.
Ibnu Qayyim menjelaskan, “Kurma ‘Aliya memang kurma paling berkualitas.”[10]
Ketiga : pendapat bahwa itu khusus bagi seluruh kurma Madinah, baik jenis ‘Ajwah maupun tidak.
Diriwayatkan dari Sa’ad bi Abi Waqqash bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa menyantap tujuh butir kurma yang berasal dari antara dua ‘labah’ (tanah berbatu hitam) kota Madinah, di pagi hari, ia tidak akan terkena bahaya racun hingga sore harinya.”[11]
Imam Muslim dalam Shahihnya, memasukkannya ke dalam bab “Keutamaan Kurma Madinah”.
Ibnu Qayyim menjelaskan, “itu memang khusus untuk kurma Madinah saja, karena demikian besar berkahnya dibandingkan seluruh jenis kurma yang lain.”[12]
Ibnu Qayyim juga menjelaskan, “Hadits ini, yakni hadits tentang berobat menggunakan kurma ‘Ajwah, dari segi obyeknya, yang diinginkan adalah makna khusus, seperti bagi para penduduk Madinah dan sekitarnya saja. Tidak diragukan lagi bahwa lokasi-lokasi yang ada amatlah berpengaruh pada khasiat obat-obatan yang ada bagi para penduduknya, dibandingkan dengan lokasi lain. Sehingga, suatu obat yang tumbuh di tempat tertentu, berkhasiat mengobati penyakit. Sementara kalau obat itu tumbuh di lokasi lain, tidak akanberkhasiat seperti itu, karena pengaruh tanah atau udara setempat, atau bisa jadi karena kedua-duanya. Karena tanah memiliki beberapa keistimewaan dan karakter yang nyaris mirip dengan perbedaan karakter manusia. Sehingga banyak sekali jenis tumbuhan yang di suatu negeri merupakan makanan, bisa dihidangkan sebagai makanan, namun di negeri lain justru menjadi racun mematikan. Semerntara itu, jumlah kurma yang tujuh butir itu berkhasiat di negeri ini (Madinah), di daratan ini sendiri, untuk mengatasi racun dan sihir, serta berbagai hal spesifik lainnya.”[13]
‘Iyyadh menjelaskan, “Itu khusus berlaku bagi kurma ‘Ajwah ‘Aliyah, dan segala jenis kurma yang ada di apitan dua labah.”[14]
Keempat : pendapat bahwa khasiat itu khusus di zaman Nabi Saw. Ibnu At-Tin menjelaskan, “Bisa jadi yang dimaksud dengan pohon kurma itu khusus yang berada di Madinah yang kini sudah tidak dikenal lagi. Dan bisa jadi pula, itu bahkan khusus hanya di zaman Nabi SAW saja. Namun yang demikian itu berseberangan dengan penjelasan ‘Aisyah tentang hal itu, sesungguhnya Rasulullah SAW wafat.”
Diriwayatkan dari Hisyam bi ‘Urwah, dari ayahnya, dai ‘Aisyah bahwa dahulu, ia pernah memerintahkan para sahabat menyantap tujuh butir kurma ‘Ajwah setiap pagi higga tujuh hari. (Dikeluarkan oleh Thabrani)[15]
Al-Khaththabi menjelaskan, sebagai bantahan terhadap pendapat bahwa khasiat itu hanya khusus di zaman Nabi SAW sana, denga menegaskan, “Bahwa sesudah Rasulullah SAW wafat, ‘Aisyah menggambarkan bentuk kurma tersebut. Itu dapat membantah pendapat yang mengatakan bahwa kurma itu hanya ada di zaman Nabi SAW.[16]
Kelima : pendapat orang yang berpandangan bahwa kurma secara umum dapat menangkal racun dan sihir. Ibnu Baz ra menjelaskan, “Diharapkan bahwa Allah menciptakan khasiat juga pada semua jenis kurma, bila disantap tujuh butir setiap pagi. Bisa jadi Nabi SAW memang menyebutkan keutamaan khusus dari ciri khusus bagi kurma Madinah. Namun hal itu tidak menghalangi adanya khasiat tersebut pada berbagai jenis kurma lainnya yang telah diisyaratkan oleh beliau SAW. Bahkan kami yakin bahwa pada sebagian riwayat juga disebutkan, ‘…kurma…’, tanpa disebutkan kriteria khusus.”[17]
Sejalan dengan pendapat itu, sebagian ulama memahami berbagai riwayat yang umum dengan penjelasan riwayat khusus. Dan itu dikhususkan dengan kurma ‘Ajwah Madinah saja. Ini merupakan kaidah dalam ushul fiqih, memahami dalil-dalil umum dengan penjelasan dalil khusus, untuk mengorelasikan antara dalil-dalil yang ada.
Mereka yang berpendapat bahwa penangkalan racun dan sihir itu bisa dilakukan dengan segala jenis kurma Madinah, bai ‘Ajwah atau jenis lainnya, bertujuan mengamalkan seluruh hadits yang ada.
Yang benar, wallahu a’alam, adalah pendapat yang dikuatkan oleh Al-Munawi.[18] Beliau menegaskan, “Yang benar adalah pendapat yang menyatakan bahwa hal itu khusus untuk kurma “Ajwah Madinah dan sekitarnya. Karena ucapan itu ditujukan kepada mereka, sehingga termasuk bentuk ungkapan umum, namun bertujuan khusus. Terkadang, sesuatu menjadi obat bagi penduduk sekitar atau tempat sesuatu itu berada, namun di tempat lain justru menjadi racun mematikan.”
Keistimewaan Jumlah Tujuh Butir Saat Sarapan Pagi dengan Kurma ‘Ajwah
Rasulullah bersabda, “Barangsiapa menyantap tujuh butir kurma di pagi hari …dst.”
Secara eksplisit, hadits ini menunjukkan bahwa racn dan sihir tidak hanya dapat ditangkal dengan tujuh butir kurma, tidak kurang, tidak lebih. Dikhususkannya jumlah tersebut menyebabkan sebagian ulama mencoba meneliti rahasia dan misteri Ilahi di baliknya. Karena bisa jadi, mereka dapat memahami hikmah dari batasan angka tujuh tersebut.
Ibnu Hajar ra menjelaskna, “Adapun keistimewaan angka tujuh secara eksplisit menunjukkan adanya rahasia di balik itu. karena kalau tidak, tentu dianjurkan untuk disantap dalam jumlah ganjil saja.”[19]
Sementara Imam An-Nawawi menjelaskan, “Adapun dikhususkannya dengan jumlah tujuh butir, maka kita tidak mampu mengerti makna yang terkandung di dalamnya, sebagaimana halnya dengan jumlah bilangan shalat dan nishab zakat.[20]
Beliau juga menuturkan, “Dikhususkannya kurma ‘Ajwah Madinah dan harus dalam jumlah tujuh butir sebagaiman dijelaskan oleh Allah, sungguh tidak kita ketahui hikmahnya, sehingga harus diimani dan diyakini keutamaannya, juga adanya hikmah di baliknya.”[21]
Al-Qurthubi menjelaskan. “Adapun kekhususan jumlah terebut, telah ada dalambanyak riwayat dalam bab pengobatan (ath-thibb), seperti hadits, Curahkan air kepadaku dari tujuh geriba.”[22] Juga sabda Nabi SAW kepada orang yang terkena sakit lever, yang beliau sarankan untuk berobat kepada Al-Harits bin Kildah dengan lumuran tujuh butir kurma.[23] Beliau juga pernah memohonkan perlindungan kepada Allah sebanyak tujuh kali, dalam kasus lain.[24] Adapaun selain dalam bab pengobatan, masih banyak lagi disebutkan ‘angka tujuh’, dalam konteks pengobatan. Semua itu adalah karena adanya keistimewaan pada angka itu yang hanya diketahui oleh Allah, atau orang yang diberitahu rahasianya oleh Allah.”[25]
Ada yang berpendapat bahwa bilangan angka tujuh itu bertujuan untuk mengkombinasikan antara bilangan-bilangan ganjil dengan bilangan-bilangan genap, karena bilangan angka tujuh lebih dari separuh angka sepuluh, sehingga memuat tiga angka ganjil, yakni satu, tiga dan lima; juga memuat tiga angka genap, yakni dua, empat dan enam. Itu adalah gambaran dari bilangan untuk mencuci bejana yang dijilat oleh anjing, tujuh kali.[26]
Al-Khaththabi menjelaskan, “adapaun pengkhususan bilanga tujuh, secara eksplisit itu jelas karena ada rahasia di baliknya.[27]
Ibnu Qayyim ra bahkan menjelaskan secara panjang lebar tentang hikmah dari pengkhususan angka tujuh tersebut.[28] Di antara penjelasan beliau misalnya, “Adapun keistimewaan angka tujuh, sungguh secara takdir dan menurut syariat, memang jelas ada. Allah menciptakan tujuh lapis langit, demikian juga bumi. jumlah hari dalam sepekan juga tujuh hari. Manusia disempurnakan proses ciptaannya dalam tujuh fase. Allah menetapkan bagi para hambaNya untu berthawaf, sa’I antara Shafa dan Marwah juga tujuh kali putaran. Melepar jumrah masing-masing tujuh kali. Takbir shalat ‘Id di rakaat pertama juga tujuh kali.’ Kemudian beliau melanjutkan, “Tidak diragukan lagi bahwa angka tujuh di sini memiliki ‘ciri khas’. Tujuh meliputi berbagai makna sebuah bilangan dengan segala ciri khasnya…”. Kemudian beliau melanjutkan, “kalangan medis banyak mencermati bilangan tujuh ini, terutama sekali di Bahrain.”
Aprocates menandaskan, “Segala sesuatu dialam semesta ini tertakar dalam tujuh bagian.”
Lalu ibnul Qayyim menutup pembahasannya dengan mengatakan, “Allah lebih mengatahui tentang hikmah dan syariat yang ditetapkannya dalam mengkhususkan jumlah ini. Bisa jadi karena dasar pengertian itu, atau bisa jadi karena alasan lain?
Jumlah tujuh butir dari kurma tersebut, untuk para penduduk negeri ini, dan dengankondisi tanah yang terdapat di dalamnya, jelas berkhasiat mengatasi racun dan sihir. Yakni mencegah orang-orang khusus yang terserang olehnya. Pernyataan itu, yang seandainya dilontarkan oleh aprocates atau Gelenius, atau kalangan medis (klasik) lainnya, tentu akan diterima oleh kalangan medis dengan pasrah, tunduk dan tanpa komentar. Padahal bila mereka yang mengatakannya, jelas hanya berdasarkan prediksi, perkiraan dan dugaan belaka. Lalu, seandainya itu diucapkan oleh orang yang seluruh ucapannya adalah berupa keyakinan, kepastian, hujah yang nyata dan wahyu yang sempurna, tentu harus lebih diterima dengan pasrah dan penuh peneriaan, tanpa menggugat lagi. Mengacu pada pendapat itu, berbagai penelitian dan eksperimen medis modern membuktikan bahw mengonsumsi tujuh butir kurma ‘Ajwah memang dapat menangkal racun dan sihir. Sudah seratus dua puluh buku diterbitkan, kesemuanya membahas persoalan itu. sehingga, tidak ada pertentangan antara hadits dengan ilmu medis. Tanda ini menunjukkan kebenaran kenabian beliau SAW.”
[1] Fathul Bari (X: 240).
[2] Faidul Qadir (XI : 5745)
[3] Dua labah artinya dua perkampungan (berbatu), karena kota Madinah terletak antara dua perkampungan besar. Sebuah kota yang terselimuti batu-batu hitam. Dua perkampungan yang mengapit Madinah itu adalah perkampungan ‘Aqim dan perkampungan Wabrah. Yang pertama di sebelah timur dan yang kedua di sebelah baratnya
[4] Ibid
[5] Al-Fathur Rabbani 9XVII: 167). Lihat juga Zadul Ma’ad (IV: 341).
[6] Yang dimaksud dengan ‘Aliyah di sini adalah semua perkampungan, perkebunana dan bangunan dari arah dataran tinggi kota Madinah, kea rah Najed
[7] Diriwayatkan oleh Muslim dalam Kitab al-Asyribah, hadits no. 2048. Arti kata al-bukrah yakni pagi hari. Ini satu makna dengan riwayat, “Barangsiapa yang menyantap setiap paginya…”.
[8] Fahul Bari (X:239)
[9] ‘Umdatul qari (XII:106)
[10] Ath-Thibbun Nabawi (XXI:106)
[11] Diriwayatkan oleh Muslim dalam Kitab Al-Asyribah, bab, “Keutamaan Kurma madinah”, hadits no. 2047
[12] Lihat Al-Fathur Rabbani (XVII: 167)
[13] Ath-Thibbun Nabawi, hlm. 74
[14] Buku An-Nakhil fi ‘Ahdin Nabi, hlm. 14
[15] Lihat Fathul Bari (X : 239), dan ‘Umdatul Qari (XXI:425).
[16] Al-Fathur Rabbani (VII: 167).
[17] Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah oleh Ibnu Baz (VII : 109)
[18] Faidhul Qadir (XI:5745). Lihat juga Ath-Thibbun Nabawi, hlm. 73
[19] Fathul Bari (X:240).
[20] ‘Aunul Ma’bud (X:256) dan Al-Fathur Rabbani (XVII: 167).
[21] Marqatul Mashabih (VIII: 27)
[22] Diriwayatkan oleh Ad-Darimi dari ‘Aisyah ra, bahwa Nabi SAW bersabda saat beliau sakit, Curahkan air untukku dari tujuh geriba (kantong air yang terbuat dari kulit,-ed.), yakni dari tujuh sumur di musim dingin sampai aku bisa keluar menemui orang banyak dan membuat perjanjian dengan mereka”, hadits no. 81
[23] Hadits ini akan diulas nanti.
[24] Diriwayatkan oleh Muslim dari ‘Utsman bi Abi Al-Ash ra, bahwa ia pernah mengeluhkan kepada Rasulullah SAW rasa sakit di sekujur tubuhnya. Rasulullah SAW bersabda kepadanya, “Letakkan tanganmu di bagian tubuhmu yang sakit, lalu ucapkan, ‘Bismillah’ sebanyak tiga kali, dan ucapkan sebanyak tujuh kali, ‘A ‘udzu bi’izzatillah wa qudratihi min syarri ma ajidu wa uhadzir (aku berlindung dengankemulaan dan kekuatan Allah dari keburukan yang sedang aku alami dan yang selalu aku hindari)’.”
[25] Faidhul Qadir (XI:5746), dan lihat juga Fathul Bari (X:240)
[26] Lihat ‘Umdatul Qari’ (XX: 425) dan Fathul Bari (X:240)
[27] Lihat buku An-Nikhil fi ‘Ahdin Nabi SAW
[28] Ath-Thibbun Nabawi, hlm. 74 lihat juga Faidhul Qadir (XI:5746).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar