Faktor-faktor yang memperngaruhi reproduksi manusia
Faktor-faktor yang mempengaruhi reproduksi manusia dikelompokkan sebagai berikut :
1. Faktor Organobiologik
Reproduksi manusia dipengaruhi oleh faktor organobiologik yang mencakup berbagai kelainan anatomis maupun fungsional pada alat tubuh manusia, terutama kelainan alat dan fungsi reproduksinya yang dapat mengakibatkan kelainan pada kualitas dan kuantitasb reproduksi manusia.
Dalam kelompok faktor organobiologik ini termasuk diantaranya :
- Umur manusia. Diketahui bahwa puncak kesuburan wanita umumnya pada saat usia 24-25 tahun, fungsi reproduksi akan menurun setelah melewati usia tersebut.
- Faktor gizi
- Infeksi; seperti radang kelenjar parotis pada mulut (gondongan), TBC, kencing nanah, radang prostat, kusta, cacar dan sebagainya.
- Alergi dan gangguan imunologik
- Kegagalan ginjal menahun
- Kencing manis
- Kelumpuhan bagian bawah anggota badan
- Kelainan endokrim pada kelenjar hipofise otak
- Kelainan kromosom
- Kelainan letak, misalnya tidak turunnya buah zakar dalam kantong zakar
- Gangguan persenggamaan seperti impotensi
- Pengaruh dari luar, misalnya obat, zat kimia, radiasi, suhu lingkungan sekitar, dan sebagainya.
2. Faktor Psikoedukatif
Faktor psikoedukatif adalah faktor kejiwaan, pendidikan dan pengetahuan manusia. Misalnya, untuk memberikan landaan masa depan yang lebih baik bagi anak-anaknya (dengan bekal pengetahuan yang cukup) maka keluarga/pasangan suami istri terdorong untuk berKB. Dengan demikian, semakin tinggi tingkat pendidikan kaum wanita berpengaruh positif terhadap perilaku fertilitas (pengetahuan reproduksinya).
Dalam konteks demikian, pola reproduksi sehat dalam sebuah keluarga akan sangat tergantung pula pada komitmen antara suami istri itu sendiri, termasuk dalam hal mengatur jarak (interval) kehamilan dn kelahiran yang satu dengan kehamilan dan kelahiran berikutnya, dalam hal menentukan banyaknya jumlah anak, begitu pula dalam hal pola pendidikan terhadap anak.
Oleh karena itu, kaum bapak (para suami) harus berperan secara aktif dan mendorong terciptanya kondisi “kesehatan dan kesejahteraan sebuah keluarga” khususnya kaum ibu (para istri). Artinya para suami sangat menentukan terjuwudnya keluarga sakinah, mawaddah dan rahmah dalam konteks mewujudkan pola reproduksi sehat dalam sebuah keluarga.
Pada suami adalah sebagai kepala keluarga dan kepala rumah tangga. Hal ini dijelaskan Allah Swt dalam Al-Qur’an sebagai berikut :
“ Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oelh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkankah sebagian dari harta mereka. Sebab itu wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuz-nya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka ditempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Mahatinggi lagi Maha Besar (Q.S. An-Nissa : 34)
Walhasil, suami memegang peranan yang sangat penting dalam hal pembinaan rumah tangga. Meskipun demikian, suami harus pula mengembangkan budaya “demokratis” dalam hal-hal yang telah diuraikan di atas. Artinya, meskipun suami pemegang kebijakan utama (Decesion maker), asas musyawarah dan keputusan yang diambil harus berdasarkan hasil musyawarah dengan istrinya.
Faktor Sosial Kultural
Faktor lingkungan masyarakat dan social budaya berpengaruh dalam menentukan jumlah dan nilai anak. Artinya dalam kelompok social, budaya memberi pengaruh pula terhadap reproduksi manusia. Misalnya, pandangan bahwa anak laki-laki lebih tinggi nilainya dibandingkan dengan anak perempuan, atau asumsi yang menyatakan bahwa banyak anak banyak rejeki, yang mendorong setiap Pasangan Usia Subur (PUS) untuk mempunyai anak lebih dari dua, dengan mengabaikan aspek kesehatan / keselamatan ibu yang bersangkutan. Di masyarakat juga berkembang asumsi yang menyatakan bahwa kaum wanita lebih rendah derajatnya bila dibandingkan dengan kaum pria, karena peranannya masih sedikit dan hanya mampu mengurusi masalah-masalah rumahtanggaan, sehingga mengakibatkan pengaruh negatif pada reproduksi manusia.
Hingga saat ini kita masih saja melihat terjadinya ketimpangan social wanita, diposisikan dalam kondisi yang serba tidak menguntungkan. Dengan demikian akhirnya muncul ketidakadilan gender. Posisi kaum hawa (wanita) ibarat dalam salah satu bait syair lagu “wanita dijajah pria sejak dulu…“.
Ajaran Islam tidak mengenal istilah diskriminasi gender, bahkan Islam sangat menghormati kaum wanita (kaum ibu). Dalam sebuah petuah bijak populer, disebutkan, “Surga itu berada dibawah telapak kaki ibu”.
Al-Qur’an menjelaskan tentang kesetaraan dan keadilan gender yang antara lain sebagai berikut :
1. Seluruh manusia adalah mulia (QS. Al-Isra : 70)
2. Manusia diciptakan Allah adalah yang terbaik (QS. Ali Imron : 110)
3. Yang Paling mulia kedudukannya adalah yang paling tagwa (QS. AL- Hujarat : 13)
4. Allah Swt hanya menghargai orang-orang yang beriman dan berilmu pengetahuan (QS. Al- Mujadilah 11)
5. Kewajiban manusia (laki-laki dan perempuan) adalah beribadah (Qs. Adz-Dzariyat : 56)
6. Penghargaan Allah kepada orang yang suka bekerja keras (QS. At-Taubah : 105, An-Hahl : 97, Al-An’am : 132)
7. Semua amal manusia, laki-laki dan perempuan, akan dimintai pertanggungjawabannya (QS. Al-Isra : 36)
8. Kesetaraan dan keadilan gender (QS. Al-An’am : 132)
9. Anjuran untuk menghormati Hak Asasi Manusia (HAM) (QS. Hud : 85)
Ayat-ayat al-Qur’an, yang merupakan manifestasi perintah dan larangan Allah kepada umatnya (muslim), menjelaskan bahwa ajaran Islam tidak mengenal adanya diskriminasi ras, perbedaan gender dan tindakan sewenag-wenang terhadap kaum wanita (pelecehan seksual serta tindakan kekerasan seksual) yang mengakibatkan “wanita menjadi obyek” kaum pria.
Sekali lagi, Islam tidak mengenal adanya “budaya kekerasan” termasuk dalam hal “tindakan kekerasan seksual” dengan sasaran kaum wanita. Islam bahkan sangat menghormati kedudukan wanita yang secara kodrati memiliki fungsi reproduksi.
Ajaran Islam bahkan sangat menekankan untuk menghormati kaum wanita (ibu) sebagaimana nanti akan diterangkan dalam BAB III. Diantara ayat-ayat Al-Qur’an tersebut adalah QS. Al-Baqarah 233, QS.Luqman : 14 dan QS. Al-Ahgaf : 15
Dari uraian tersebut diatas jelaslah bahwasannya untuk meluruskan pandangan yang salah dan imej negative harus diupayakan sosialisasi tentang : ]
- Nilai anak laki-laki dan perempuan adalah sama (sebagai anugerah dan amanah Allah SWT).
- Bias gender harus segera diluruskan dengan mengacu pad ketentuan ajaran agama (Islam), bahwa kedudukan manusia sama di mata (pandangan) Allah SWT.
Artikel ini diambil dan diedit serta ditulis ulang dari buku Reproduksi Sehat dalam Perspektif Islam karangan Drs. A. Muchtar Luthfi terbitan Aul Pustakan Th.2008.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar