Minggu, 22 Juni 2008 | 19:45 WIB
TEMPO Interaktif, WASHINGTON :
Pohon methuselah yang tumbuh dari biji berusia 2000 tahun ternyata tumbuh dengan baik. Tingginya mencapai 1,2 meter dalam 26 bulan. "Pohon yang indah," kata Sarah Sallon tentang pohon palem kurma tersebut, yang induknya mungkin menjadi sumber makanan bagi orang Yahudi yang terkepung di Masada, 48,3 kilometer sebelah tenggara Yerusalem, pada 2.000 tahun silam.
Pohon kurma itu diberi nama methuselah, dari nama orang tertua di Injil. Pohon kecil itu tumbuh pada 2005 dari tunas biji kurma yang ditemukan di benteng Masada. Daerah itu adalah tempat orang-orang Yahudi pemberontak memilih untuk bunuh diri daripada menyerah kepada tentara Romawi yang menyerang mereka.
Pengukuran menggunakan radiokarbon terhadap biji yang menggantung pada akarnya itu, juga beberapa biji lain yang tidak bertunas, mengindikasikan mereka berumur 2.000 tahun. Ini menjadikan biji kurma tersebut sebagai biji tertua yang bisa bertunas dan tumbuh. Sebelum biji methuselah ini, biji tertua yang dapat tumbuh adalah lotus, berusia 1.300 tahun yang ditanam di Amerika pada 1990-an.
Pengukuran radio karbon itu juga mengungkapkan bahwa biji tersebut berasal dari masa pengepungan benteng kuno pada 73 Masehi dan ditemukan dalam ruang penyimpanan. "Biji itu terkubur di bawah tumpukan puing di puncak situs arkeologi Masada," ujarnya.
Biji-biji kurma yang ditemukan dalam penggalian 40 tahun lalu itu tersimpan dalam laci hingga akhirnya Sallon dan timnya memutuskan menyerahkannya kepada Elaine Solowey, spesialis tumbuhan di Arava Institute of Environment di Kibbutz Ketura, Israel. Biji itu diberi pupuk dan cairan hormon kemudian ditanam, tapi hanya methuselah yang tumbuh.
Perkembangan pohon methuselah itu dilaporkan Sallon, Direktur Louis L. Borick Natural Medicine Research Center di Had Assah Medical Organization di Israel, dalam jurnal Science, Jumat lalu. Namun, mereka belum tahu apakah pohon palem itu jantan atau betina. Palem kurma memang memiliki jenis kelamin berbeda, tapi para pakar baru bisa membedakannya setelah pohon itu berusia 6 atau 7 tahun.
Sallon mengharapkan pohon tersebut memberi kesempatan bagi para ilmuwan memulihkan palem kurma yehuda (Phoenix dactylifera) yang telah punah. Pohon itu tak hanya terkenal dengan buahnya yang lezat, tapi juga manfaatnya sebagai obat. "Tanaman obat dari kawasan ini amat penting karena memiliki nilai historis, disebut dalam Al-Quran dan Injil," kata Sallon. "Kurma yehuda sangat berharga dan terkenal, bukan hanya sebagai sumber pangan, melainkan juga sumber obat."
DNA tumbuhan itu menunjukkan bahwa palem kuno tersebut memiliki lebih dari separuh gen yang serupa dengan kultivar kurma modern. "Salah satu tujuan proyek kami adalah melakukan konservasi pengetahuan kuno tentang pemanfaatan tumbuhan," kata Sallon. "Untuk mendomestikasikan tumbuhan itu sehingga kami memiliki sumber material mentah siap pakai."
Proyek Tanaman Obat Timur Tengah yang dikelola Sallon berupaya melakukan konservasi dan mereintroduksi tumbuhan ke daerah tempat mereka pernah tumbuh. "Banyak spesies yang terancam dan akhirnya punah," ujarnya. "Membangkitkan spesies yang telah mati itu amat sulit, jadi lebih baik melindunginya sebelum mereka punah," katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar